selamat datang.... di blog aku...

bisnis2

Minggu, 26 Oktober 2008

Rabu, 22 Oktober 2008

Live Interactive Radio Eltira untuk Buku Ngarsa Dalem Dundum Warisan


Hari Senin tanggal 27 Oktober 2008, akan ada acara live interactive di Radio Eltira, yang mengupas tentang buku yang berjudul "Ngarsa Dalem Dundum Warisan", terbitan LKiS Yogyakarta, September 2008. Di Studio Radio Eltira, tgl 27 Okt 08, acara akan dimulai tepat pada pukul 19.00 WIB. Live Interactive ini akan menghadirkan penulis buku, MA Rumawi Eswe, sebagai pembicara.

Selasa, 21 Oktober 2008

Generasi Kuantum Seorang Agnes Monica

Setiap orang berhak atas dirinya, untuk apapun dia inginkan. Dia berhak atas cita-cita dambaan impiannya. Dia berhak atas kebebasan untuk segala ragam ekspresi. Dia juga beraktualisasi sesuai dengan hasrat dan kemampuannya. Lebih-lebih dia berhak untuk mengungkapkan secara verbal lugas dihadapan khalayak pada umumnya. Di dalam undang-undang manapun kemerdekaan untuk mengungkapan hasrat tidak larang. Konstitusi di alam ini menjamin untuk melindungi hak-hak seseorang untuk menafsirakan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan. Termasuk berkeinginan dan berhasrat untuk tenar go international.

Pada hari jumat, tanggal 15 Juli 2005, rubrik Teroka harian Kompas, Jakarta, mendiseminasikan gagasan seorang satrawan, Danarto. Tulisan Danarto, yang juga seorang teaterawan itu, berjudul, ”Surat Cinta kepada Agnes Monica. Menurut hemat penulis ada dua hal-untuk Agnes- dalam tulisan. Pertama, sastrawan asal Slawi itu mempertanyakan apa yang dimaksud go international oleh Agnes, seperti yang dirilis media. Di sini tulisan itu sambil memberikan bukti-bukti dari prestasi para artis yang sukses sebelumnya. Apakah arti go international yang dikemukan oleh Agnes, seperti suksesnya Rhoma Irama, Ruth Sahayana, ataukan Anggun C. Sasmi? Demikian kira-kira gugatdan olok Danarto. Kedua, teaterawan itu menyarankan, untuk mengatakan menggurui, kepada Agnes untuk merefleksi-ulang dan menengok kembali pada khazanah estetika lokal. Tanpa estetika lokal seseorang tidak memiliki jati diri.

Untuk itu dalam tulisan kecil ini ada tiga hal yang menutut hemat penulis yang perlu dikemukakan. Pertama, soal makna go international. Sangant ironis jika pemahaman go internationalnya Agnes Monica diartimaknakan dengan para selebritis tersebut di atas. Danarto dengan mengemukakan sederetan artis yang memiliki prestasi, yang melintas tidak hanya di ranah lokal, Indonesia itu. Rupanya dia ingin mengemukankan kegelisahannya bahwa para artis yang dikutipnya itu telah menguji prestasi mereka tanpa harus berkoar-koar terlebih dahulu. Kenapa Agnes Monica, yang sedang bermainperan dengan aktor asal Taiwan Dao Ming Tze ini, harus berkoar ria tentang impian cita-citanya untuk go international melalui media massa? Barangkali Danarto tidak sadar dengan alam kondisi sekarang yang menjamin kebebasan ekspresi seseorang. Sekarang adalah zamannya seseorang untuk dapat mengemukakan pendapat dan bertindak serta bersikap dengan tanpa ada yang perlu ditabukan oleh sekelilingnya. Hal ini berbeda dengan pada masa para arti generasi tua yang menjaga image, agar dianggap santun dalam bersikap, bertindak dan tentu saja bertutur.

Kedua, anjuran untuk menengok kembali pada kearifan lokal (wisdom local) beserta estetikanya di didalam kandungan kebudayan nusantara. Adalah salah satu cara yang tidak bijak untuk memancing dan setback ke polemik pada masa lalu. Polemik kebudayaan yang diseminasikan oleh Sutan Takdir Alisyakhbana dengan Ki Hajar Dewantoro. Tokoh yang disebut pertama adalah orang yang mengemukakan bahwa bahwa Bangsa Indonesia untuk dapat melihat dan belajar pada kebudayaan Barat. Karena kebudayaan Barat telah membuktikan dan teruji dalam membangun kebudayaan yang mapan di kurun waktu yang panjang. Kemapanan dan keandalan kebudayaan Barat itu telah menjadikan bangsa-bangsa Barat memiliki peradaban yang monumental dan fenomenal yang perlu dimimikri (ditiru). Sedang tokoh yang disebut kedua ini didukung oleh Sultan Hamengku Buwono IX ini adalah begawan kebudayaan kita yang mengajarkan bahwa kita harus melihat dan menggali terhadap nilai-nilai dan tradisi kebudayaan kita sendiri. Maka dirumuskanlah kebudayaan nasional. Suatu kebudayaan yang tersusun dari kebudayaan-kebudayaan daerah yang diidentifikasikan menjadi kebudayaan nasional. Metamorfosis dari kebudayaan-kebudayaan daerah ke kebudayaan nasional inilah bangsa Indonesia untuk dapat dan harus bercermin dalam bersikap, bertindak dan berturur dalam kehidupan sehari-hari. Kelihataan Danarto ingin menyuluk kembali polemik kebudayaan tersebut, dengan menuliskan bahwa Agnes Monica-yang sekarang sedang shooting film berjudul The Hospital- agar dapat bercermin dan menggali nilai-nilai estetika lokal.

Terminologi lokal itu sendiri sangat rancu. Karena sesuatu dipandang sebagai “lokal” itu dilihat dari sudut mana? Nilai-nilai estetika dan tradisi dalam kebudayaan kita dapat dikatakan sebagai sesuatu yang “global”, jika dilihat dari perspektif masyarakat Barat, orang di luar lingkungan kita. Demikian juga nilai-nilai kebudayaan yang ada di masyarakat Barat dapat disebut dengan kata “global”, karena lihat dari sudut pandang kita yang di luar masyarakat Barat, entah secara geografis maupun sosio-kultur, apalagi religiusitas. Demikian juga makna go international. Sesorang dapat dikatakan go international bahwa seseorang dilihat kiprah dalam bidang tertentu ynag telah menembus batas-batas kehidupan di luar lingkungannya sendiri. Seperti hal pelantun Indahnya Cinta Agnes Monica yang dua bulan terakhir ini telah pulang-pergi antara Taiwan-Indonesia ini, menurut hemat penulis bahwa Agnes Monica dapat dikatakan telah berkiprah dalam go international dalam bidangnya.

Dan terakhir, yang ketiga, perlu kita memulai meretas kebudayaan sebagai jati diri untuk generasi kuantum. Sudah saat kita tidak mengkotomisasikan antara nilai-nilai dan esetetika “lokal” dan dengan “yang lain”. Sesuatu dikatakan “yang lain“ adalah esetetika yang datang dari luar kehidupan asal kita dilahirkan. Kita harus melakukan dekotomisasi terhadap terminologi “lokal” dengan “global” dalam kehidupan kita. Karena pada zaman seperti sekarang ini perlu kita lakukan adalah menggabungkan nilai-nilai dan estetika lokal dan estetika global. Dari manapun datangnya estetika dan nilai itu. Bukankah hikmah itu dapat datang darimana saja. Sebagai generasi kuantum tidak selayaknya mereproduksi polemik kebudayaan yang telah usang dimakan zaman.

MA Rumawi Eswe, penulis buku NGARSA DALEM DUNDUM WARISAN,LKiS, 2008.

Minggu, 19 Oktober 2008

dIKAU

Ku ada di semerbak
Bunga
dikau

Seraut wajah sederhana
Ku ingin menyayangimu
dikau
Dengan cinta sederhana

Bersama yang mawaddah
Sekarang, esok
Sampai di firdaus

dikau
Mendengarkah kau,
Kata-kata itu

dikau…!

Oase Kehidupan

Bukan berarti aku tidak mau membantumu
Dalam menaiki jalan terjal langkamu
Aku merasa jalan kita beda dalam berpacu
Jangan terlalu untuk menguntit jiwaku

Untuk mengikuti amanah kesuksesanmu
Kamu begitu sempurna
Kekacauan selalu merudung hidupku
Seperti dalam kesuwungan

Jalan-jalan terjal telah merudung langkahku
Itulah sebuah oase kehidupanku

begitu dekat

Aku tak mengenalmu dengan sedekat kulit ari sebelumnya
Tapi mencoba dan berharap dekat sedekat nadi dalam hidup ini
Perkenalan kita selama ini yang tak begitu lama ini
Aku harap dapat menjadi kenyataan sebagai obat mujarab
Atas luka-luka yang meluka
Dalam hidup ini
Sebelum kala ini

inspirasi di balik wajahmu

Kamu lindunganku


Aku besar karenamu
Aku sukses dalam kepemimpinanku
Karena engkau
Engkau menjadi sumber inspirasi terbesarku

Aku mengajak engkau untuk menambang Lumpur tanah yang dalam
Untuk memperoleh sepotong emas murni yang diimpikan dunia
Aku mengajak engkau untuk menyelami dalamnya lautan Pasifik
Untuk mengambil butiran-butiran mutiara yang sangat indah itu

misteri

Keterbatasan pikiran
Keterbatasan hati
Dalam hatiku

Seterbatas apa
Pikiran
Hati
Kasih sayang
Belahan hati murni
Semurni hatimu dikau

Orok Menggugat Tuhan

Aku meronta
Aku menangis
Engkau tertawa
Engkau bahagia

Menyambut kehadiranku di dunia
Ma… engkau mengharapkan
Aku meneruskan tradisi kehidupan manusia
Kemanusiaan dengan misi kenabian

Tapi Pa, aku tak tahan dengan kehidupan ini
Sebuah kehidupan untuk untuk kemanusiaan
Kemanusiaan ini penuh dengan ‘kehewanan’
Jauh dari substansi kenabian

Manusia tak segan berhati, bermuka dua
Bermukakan Iblis bagian kiri, bermuka malaikat sebelah kanan
Mereka berdalih membela agama Tuhan
Demi ego eksistensi mereka

Ma… Pa…. Masihkah engkau mengharapkan aku
Hidup di dunia bermuram durja ini?
Barangkali Tuhan keliru menempatkan
Kehadiranku di dunia ini

Aku Rindu Jiwa Kedamaian

Aku Rindu Jiwa Kedamaian

Manusia diciptakan Tuhan
Untuk perdamaian
Melaksanakan amanat Tuhan
Sebagai khalifah di bumi Tuhan

Hidup damai, bahagia, dan sejahtera
Terasa ada dalam relung jiwa kehidupan
Ajaran agama manapun jua
Mengharapkan kedamaian Tuhan

Namun, harapkan itu kosong belaka
kamu jadikan aku sebagai tanah Karbala
kamu jadikan aku sebagai Umar, Utsman, serta Ali
kamu jadikan aku sebagai sungai Tigris

sebagai ladang pembantaian kehidupan
sebagai ladang pembunuhan sebab perbedaan
sebagai lautan tinta Al-Qur’an
sebagai jembatan demi naluri bengismu

Pendamping

Pendamping


Engkau datang pada kala yang tepat
Kegagalan yang meranakan diri ini
Engakau ada di sampingku
Semenjak keberangkatan sampai kepulangan
Kau selalu ada di sampingku
Hari ini aku gagal
Menjalankan rencana kehidupan
Aku kagum terhadapmu
Kamu selalu mengerti apa yang ada dalam pikiranku

Kesultanan Yogyakarta Sangat Islami

ngarsa dalem dundum warisan (1)

Jumat, 17 Oktober 2008

Kamis, 16 Oktober 2008

Buku "ngarsa dalem dundum warisan"



Islam, Kraton, dan Jawa diyakini banyak pihak sebagai “syntum” tata-nilai kebudayaan Indonesia. Salah satu “syntum” tata-nilai yang dianggap “sakral” dalam kebudayaan Kraton Ngayogyakarta adalah sistem pewarisannya. Interaksi Islam dan Kraton-Jawa, sebenarnya bisa dilihat dalam konteks pewarisan ini. Dengan demikian, buku ini masuk pada relung terdalam dialog Islam dan Kraton melalui optik sistem pewarisan. Penulis menunjukkan bahwa sistem pewarisan Kraton Ngayogyakarta manawarkan dialektika yang dinamis, yakni Islam yang “mengadat” dan Kraton yang mengintrodusir nilai kewarisan Islam.
Studi ini secara antropologis menunjukkan bahwa pelaksanaan kewarisan di Kesultanan Yogyakarta secara asasi menganut beberapa asas. Asas-asas itu anatara lain: asas individual-bilateral, asas keutamaan, asas perdamaian, asas penggantian ahli waris, asas personalitas keislaman, asas kewarisan semata akibat kematian dan asas mayorat laki-laki.

anda ingin membaca dan mempunyai buku ini, selakan hubungi toko-toko buku terdekat anda. atau anda bisa menghubungi alamat berikut ini:

1.Lkis, Jl. Parangtrits,Km. 4,4 Salakan Baru, Sewon, Bantul, Yogyakarta, telp: 0274-387194, 7472110

2.Lkis, Jl. Tanah Baru Rt. 03/02 No. 68, kampung Poncol, Depok, telp: 021-77204269

3.Lkis, Jl. Gajayana Gg. V/602 Diyono, malang jawa timur, telp: 0341-577051

4. toko buku Gramedia dan toko buku lainnya, terdekat anda.

Selasa, 14 Oktober 2008