selamat datang.... di blog aku...

bisnis2

Minggu, 01 Maret 2009

ngarsa dalem



Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, 05/01/2009 08:30:46

Judul Buku: Ngarsa Daem Dundum Warisan, Penulis: MA Rumawi Eswe, Editor: Ahmala Arifin, Penerbit: LKiS Yogyakarta, Tebal: 214 hlm+indeks, Tahun: September 2008.
POLA relasi antara Islam, Jawa dan Kraton diyakini banyak pihak sebagai syntum tata nilai kebudayaan Indonesia. Relasi yang dibentuk dari hubungan intim antara kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Islam telah menjadi pandangan hidup, sikap mental dan perilaku masyarakat yang dilaksanakan secara gradual. Masyarakat Jawa telah banyak mengintegrasikan budaya-budaya yang masuk dan memfilternya dengan baik. Sehingga melahirkan kebudayaan yang khas dan sesuai dengan kondisi sosio-kultural dan politik yang berkembang.
Melalui buku "Ngarsa Dalem, Dundum Waris", MA Rumawi Eswe berusaha membongkar salah satu sistem sakral yang ada dalam kebudayaan Jawa, yaitu yang berupa sistem kekerabatan. Dimana dari situ akan mencakup hukum kewarisan yang berkembang di tempat itu. Di sini penulis berusaha menelaah sistem pembagian warisan yang ada di Kraton Yogyakarta. Dengan observasi dan beberapa data primer yang didapat dari buku dan hasil wawancara dari kalangan kerabat dan keluarga kraton. Penulis telah berhasil masuk ke ruang terdalam budaya kraton yang telah bersinggungan dengan budaya Islam, yaitu sistem kewarisan.
Hukum kewarisan merupakan salah satu ajaran Islam, sebuah ajaran keberagamaan yang telah dianut dan diterapkan di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Dalam konteks ini, para swargi Sultan Hamengku Buwono IX beserta para putera dalem kraton menjalankan sistem ini. Soal pelaksanaan kewarisan yang diterapkan di kraton Yogyakarta sudah dimulai sejak Sultan Hamengku Buwono I sampai Sultan Hamengku Buwono IX memiliki pola kewarisan yang sama. Yaitu berdasarkan ajaran Islam dan adat Kraton atau budaya Jawa. Pola pelaksanaan kewarisan harus berpedoman kepada pola kewarisan yang sebelumnya diterapkan.
Sistem hukum kewarisan Islam yang berakulturasi dengan kebudayaan Jawa telah membentuk hukum yang sesuai dengan ajaran Islam tetapi juga sesuai dengan kondisi sosial dan budaya yang ada di tempat itu. Di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, sistem pembagian warisan sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam dan adat Jawa. Sehingga pembagiannya pun selalu sesuai dengan nilai-nilai Islam, walaupun terkadang ada juga yang masih berdasarkan adat KeJawaan.
Pelaksanaan sistem kewarisan di Kesultanan Yogyakarta secara asasi memiliki beberapa asas, yaitu individu, bilateral, keutamaan, perdamaian, penggantian ahli waris, asas personalitas keislaman, kewarisan semata karena sebab kematian, dan asas mayoritas laki-laki. Kesultanan Yogyakarta tidak secara langsung menerapkan asas keislaman dalam kehidupan sehari-hari bahkan untuk syariat sekalipun. Pelaksanaan hukum kewarisan di lingkungkan kraton dengan mengakomodasi khazanah lokal dengan nilai-nilai kebudayaan Jawa. Hukum kewarisan kesultanan Yogyakarta melahirkan pergumulan yang kuat dan waktu yang panjang antara hukum kewarisan Islam dengan hukum kewarisan adat Jawa. Sehingga akhirnya melahirkan persinggungan dan titik konvergensi yang seimbang dalam pelaksanaannya. Dalam konteks ini, hubungan kewarisan Islam dengan hukum kewarisan Kesutanan Ngayogyakarta Hadiningrat telah terjadi konvergensi unsur-unsur kewarisan. Hukum Islam kewarisan swargi kesultanan Yogyakarta telah berhas!
il menyatukan hukum kewarisan Islam dengan hukum kewarisan budaya Jawa. Hal ini tampak dari : pertama, dalam hukum Islam, istri atau janda tidak mempengaruhi waktu pelaksanaan pembagian harta warisan. Sedangkan adat Jawa, harta warisan tidak dibagikan selama seorang janda atau istri masih hidup; kedua, dalam hukum Islam, pembagian harta warisan dengan sistem dua banding satu atau satu banding setengah kepada laki dan perempuan. Sedangkan adat Jawa, anak laki-laki atau perempuan mendapatkan harta warisan yang sama; dan ketiga, seorang istri atau janda memperoleh bagian tertentu yaitu seperdelapan bagian harta warisan. Sedangan dalam kebudayaan Jawa, istri atau janda berhak atas seluruh harta warisan suaminya. (hal 190-191).
Buku akan memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa telah terjadi dialektika yang intim antara Islam yang mengadat dan membumi dengan kraton yang mengintrodusir nilai-nilai Islam. Di samping itu, buku ini merupakan buku kewarisan kraton yang jarang dikaji oleh para peneliti.
Dalam hal ini kita akan melihat pemahaman kebudayaan masyarakat nusantara, terutama kesultanan Yogyakarta dengan hukum yang mereka anut dan mereka terapkan. Karena pada dasarnya hukum merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat yang senantiasa bersinergis. q—s

Juma Darmapoetra adalah Mahasiswa SKI Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Sumber: http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=187767&actmenu=45 diakses 12 Januari 2009.

Tidak ada komentar: